Kebebasan Berpendapat
Semenjak reformasi bergulir kita belum melihat hasil yang signifikan,
yang menonjol baru kebebasan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang dikemukakan
pakar-pakar, LSM, Media Masa dan demo yang menjadi konsumsi kita
sehari-hari yang dapat membingungkan masyarakat awam.
Bagaimana pendapat anda kebebasan berbicara yang terjadi
akhir-akhir ini dari sudut pandang etika.? Dan bagaimana semestinya?
Jawab.
Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak setiap warga
Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara
bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan
dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, atau mimbar bebas.
Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara dapat dilakukan melalui saluran
tradisional dan saluran moderen. Perangkat perundang-undangan dalam mengatur
kemerdekaan mengemukakan pendapat pada dasarnya dimaksudkan agar setiap orang
dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab.
Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan
mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau
dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau
demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering
menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin
dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali
melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah
menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun
dalam masyarakat. Tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana
puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta
merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa
perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa
dapat memakan korban jiwa.Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut
Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh
secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun
Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk
rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
Kebebasan berpendapat memang sangat bagus karena pendapat
yang kita keluarkan adalah cermin dari diri kita sendiri, orang lain dapat
menilai diri kita dari cara kita berbicara baik itu secara positif ataupun
negatif. Kasus yang sering terjadi sekarang ini adalah banyak orang yang
berbicara terlalu bebas dengan dalih kebebasan berpendapat namun malah
mengganggu hak orang lain. Hak yang dimaksud adalah privasi seseorang. Karena
privasi adalah hak manusia juga,hak manusia untuk sendiri dan tak diganggu, hak
manusia untuk bebas dari publisitas tanpa dasar,maukah anda jika hak anda tidak
dapat dicapai karena orang lain. Manifestasi sejati dari kebebasan berpendapat
adalah komunikasi dari sudut pandang yang berbeda,bukan dari dialog orang-orang
yang mempunyai sudut pandang yang sama. Komunikasi tersebut dapat dijadikan
ajang debat yang secara positif bisa meningkatkan intelegensia kita sebagai
manusia. Sesuatu hal yang tidak kita inginkan adalah merasakan kerugian akibat
perbuatan orang lain dan tentunya kita tidak akan menghilangkan hak-hak orang
lain dengan mengeluarkan pendapat yang mungkin hanya mengejar kepuasan sendiri.
Semestinya, penyampaian pendapat di muka umum ini sebelum
melakukan kegiatan diharuskan untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada pihak
kepolisian. Hal ini diatur dalam Pasal 10 UU No.9 Tahun 1998, antara lain
sebagai berikut: Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, Pemberitahuan secara
tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan,
pemimpin atau penanggung jawab kelompok, Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3X24 (tiga kalidua puluh empat jam) jam
sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat, Pemberitahuan
secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan
ilmiah didalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar